Friday, December 31, 2010

The Winter Backpackers

Perjalanan di musim dingin dimulai. Tahun kemarin saya sempat menjelajah wilayah barat Jerman, bermain ski di Sauerland (Winterberg), dan berlanjut sampai Luxembourg. Tahun ini saya berencana backpacking ke wilayah selatan Jerman. Selama ini saya belum pernah mengunjungi salah satu kota besar di Jerman, Munich, oleh karena itu saya niatkan untuk pergi ke sana. Sekalian berlatih ski lagi di sebuah kota yang terkenal dengan resort musim dingin dan puncak tertinggi di negara ini, Garmisch-Partenkirchen, serta melintasi perbatasan Jerman-Austria untuk mengunjungi kota kelahiran Mozart, Salzburg.

Singkat cerita, saya, Karimi dan Asroi memulai ekspedisi musim dingin kami. Karimi punya permintaan untuk mengunjungi kota Penzberg. Pasalnya, di sana terdapat sebuah masjd yang berdiri megah di kaki pegunungan Alpen. Dulu dia pernah dikirimi sebuah koran yang di dalamnya terdapat artikel tentang masjid tersebut. Judulnya "Masjid Penzberg dan Eksistensi Islam di Jerman" (Republika, 31 Oktober 2008). Koran tersebut pernah ia pajang, dan ia bertekad suatu hari dapat mengunjungi masjid itu.

Sunday, December 19, 2010

Cerita Pilihan Pekan Ini

[Cokelat]

Ketika aku sedang berkumpul dengan kolega-kolega kerja pada sore itu, sekotak cokelat dibagi-bagikan sebagai hadiah natal dari divisi lain. Aku mengambil sebuah cokelat putih berbentuk kerang, spontan salah seorang kolega kerjaku berteriak.

"Dimas! Di cokelat itu ada alkoholnya!" lantas ia merebut kotak cokelat itu dan segera melihat bahan bakunya di bungkus belakang.
"Tuh kan benar! Ada liquor-nya!" katanya keras-keras. Aku kagum sekali pada L, teman Jerman saya yang nonmuslim itu malah yang paling panik melihat aku memegang cokelat yang mengandung alkohol. Di setiap acara apa pun, dia yang terdepan memberi tahuku isi kandungan di setiap makanan yang disajikan. "Di situ ada salaminya, ini ada dagingnya," dan lain-lain.

"Duh ada alkoholnya, ya?" kataku kikuk. "Buat kamu mau nggak?" tanyaku lagi.
"Aku juga tidak minum alkohol," jawabnya. Aku sangat malu menawari dia sesuatu yang untukku haram hukumnya, apalagi dia juga tidak minum alkohol. Aku menyesal telah mengambil cokelat itu. Aku menyesal malah menawari dia. Aku menyesal, dan aku buang cokelat putih berbentuk kerang itu ke tempat sampah.

Friday, December 17, 2010

Antara Ibu dan Jarak Dunia

Jumat malam.

Selepas beraktivitas di masjid seharian, saya beranjak pulang. Sebenarnya saya ingin tidur lebih cepat supaya besok bisa bangun pukul 5:00 dan bisa menuju masjid untuk salat subuh. Nyatanya saya membuat segelas susu dan bersantai-santai sebelum beranjak tidur.

Singkat cerita, saya membuka YouTube, mendengarkan lagu soleram (yang menjadi lagu kesukaan saya beberapa waktu terakhir ini), dan menjelajah Facebook. Saya tertarik membuka profile seorang ibu dari teman saya, Deva Mandela. Setelah melihat-lihat beberapa foto, saya menuju ke album profile picture-nya. Di sana banyak sekali tertampang foto-foto Deva, baik yang masih bayi, balita, sampai yang sekarang. Sepertinya sang ibu sangat menyayangi anaknya yang satu itu, walau saya yakin, sang ibu juga menyayangi anak-anaknya yang lain.

Thursday, December 09, 2010

Soy una Raya en el Mar

Soy una Raya en el Mar

“Canopus!” Teriaknya. “Tunggu aku!”

Absurd. Langit ketika itu berwarna ungu. Capella menjerit-jerit sambil berlari mengejar kereta yang semakin melaju cepat meninggalkan peron di stasiun itu. Hilang. Kereta sudah terlampau jauh berjalan. Capella tidak terlihat lagi di kaca jendela. Namun jika Canopus terpejam, ia bisa melihat gadis itu sedang merunduk memecahkan tangis yang luar biasa hebat, meraung-raung. Absurd, dilihatnya kali ini langit berwarna hijau. Olarin menembus bayangan ruang dan waktu, menyapanya pada titik bisu.

“Bisakah kau menjawabku?” cecarnya. “Sekarang juga, Canopus, aku sudah tak tahan!”

Monday, December 06, 2010

Nguping Berlin

Terinspirasi dari Blog Nguping Jakarta yang membuat saya terbahak-bahak. Blog ini adalah versi Indonesia dari blog original untuk kota New York. Sangat entertaining, terlebih dialog yang ditulis memang sangat menggambarkan kota Jakarta.

1. Menurut loe kelakuan loe plus?

Cewek #1: Eh dingin gila, suhunya minus! Kayak kelakuanlo...
Cewek #2: ...

Didengar oleh cewek #3 yang mendadak nggak mau temenan lagi sama cewek #1

2. Bukan... Tapi salah cewek-cewek yang ngejer-ngejer loe!
Cowok: Terus, ini semua salah gue? Salah muka tampan gue?
Cewek: ...

Ketika kantin sabtu, didengar oleh seorang cowok yang langsung kehilangan nafsu makan

Thursday, December 02, 2010

Di Kala Salju Turun

Di kala salju perlahan-lahan turun, lamat-lamat, suasana menjadi sangat syahdu. Jika Tuan melihat bagaimana salju itu menumpuk di pelataran, turun dari langit yang kelabu, memutihi ranting-ranting pohon, Tuan akan merasakan seakan-akan waktu berputar menjadi sangat pelan, dunia seakan menjadi sangat hening, nafas berhembus menjadi sangat panjang.

Tuan mempersiapkan ruangan tempat Tuan akan menghabiskan sore. Menggeser sofa kecil Tuan agar berhadapan dengan jendela dan menyelimutinya dengan selimut tebal yang lembut. Tuan juga tidak lupa meletakkan bantal-bantal kecil dan secangkir coklat panas di meja pada sisi samping sofa Tuan.

Udara dingin bisa merasuki ruangan Tuan, maka Tuan membakar seikat kayu di perapian yang hangatnya menjalar ke seluruh ruangan. Tak lupa Tuan mengenakan kaus kaki tebal dan baju yang bisa menahan panas untuk tidak keluar dari tubuh Tuan. Kelabu di luar ikut menggelapkan ruangan, tapi Tuan tidak perlu menyalakan lampu-lampu, cukup bara-bara api di perapian sudah memberikan sebilas warna-warna merah jingga yang halus di hitam yang semakin pekat.

Penghukumannya di Dunia

Tiada dosa yang paling layak untuk dipercepat penghukumannya oleh Allah di dunia, di samping hukumannya yang disimpan bagi pelakunya di akhirat, selain dosa karena kezaliman dan pemutusan tali silaturahim - HR. Baihaqi.

Tuesday, November 30, 2010

Stipendienmöglichkeiten

Sebagian besar mahasiswa Indonesia yang mengikuti program bachelor atau master datang untuk menuntut ilmu ke Jerman dengan beasiswa dari yayasan ayah bunda. Sebagian dari mereka ada yang berasal dari keluarga dengan ekonomi cukup, ada juga yang berasal dari keluarga dengan ekonomi cukup untuk membiayai beberapa bulan/tahun saja.

Untuk menyambung hidup saya tahu benar betapa beratnya berkerja sambil berkuliah. Sebagian besar mahasiswa Indonesia hanya tahu bahwa tidak ada beasiswa untuk mahasiswa asing apalagi yang sudah memulai kuliahnya di sini. Nah, pada cerita saya kali ini, saya akan memaparkan beberapa informasi tentang beasiswa untuk mahasiswa asing yang sudah berkuliah di sini. Pesan saya, coba saja untuk melamar, tidak perlu ragu karena tertahan persyaratan yang mungkin belum terpenuhi, karena tidak ada salahnya mencoba dan berusaha. Siapa tahu Allah punya rencana. Tertarik?

Monday, November 29, 2010

Pelukmu, Dekapanmu, Hangatmu

Aku tak akan pernah lupa saat tahun lalu aku melihat wajahmu kembali setelah tiga tahun tak bertemu. Ada banyak perubahan, terlalu banyak malah, yang menyadarkanku bahwa waktu memang terus berputar dan aku semakin tua.

Aku tak akan pernah lupa saat kemarin aku melihat lagi wajahmu. Siang itu, selepas salat zuhur, aku menuruni anak tangga dan melihatmu di sana. Kau tampak sangat berbahagia dengan kehadiranku, serta langsung memelukku, dekap sekali, hangat sekali dan kau tidak kunjung melepaskannya. Tiba-tiba aku sadar, bahwa ada rasa seperti ketika aku kecil dulu...

Dulu, aku adalah anak yang manja dan cengeng. Aku masih ingat setiap kali aku menginginkan sesuatu, aku merengek sambil memeluki kakimu. Aku masih ingat setiap kakakku mengganggu, aku mengadunya kepadamu sambil memeluki kakimu, menangis sampai kamu menggendongku dan membuatku tertawa kembali...

Aku masih ingat cerita Sangkuriang, cerita si Amri yang punya bibi rusa dan tinggal di atas gunung, yang gemar kau ceritakan kepadaku...

Aku masih ingat semua pengorbananmu, untuk menjadikan aku menjadi aku...

Dan aku hanya bisa terpaku dalam pelukanmu, bukan karena tidak tahu, justru karena aku sangat tahu sehingga aku memilih membisu. Aku ingin dekapan itu tidak cepat berlalu...

Sabar -- hanya itu yang bisa aku bisikkan. Pah, aku ingin membuatmu bangga. Pah, sungguh, aku hanya ingin membuatmu bangga. Senyummu dan senyum mama adalah segalanya. Walau aku seorang yang banyak kekurangan, aku ingin yang sedikit dariku bisa membuat kau bangga. Pah, aku rindu padamu, sangat rindu, semoga kita bisa segera kembali bertemu...

Wednesday, November 17, 2010

Kivu Bukavu

Kivu, kau yang terindah,
bisik Hemmingway.

Aku ingin menangis,
tapi danau tak bisa menangis.

--Helvy Tiana Rosa

Monday, October 25, 2010

Aku Sebagai Manusia

Aku sebagai manusia meretas gelap malam dan pada diriku menjadi manusia gelap
Aku sebagai manusia menceracau dengar ceracau dan pada diriku menjadi pendengar ceracau
Aku sebagai manusia membuta cinta membutakan dan pada diriku menjadi korban buta

Dan bola yang sudah tergeletak di bawah dilemparkannya lagi ke langit-langit
Menemukan titik jenuhnya dan menghempas lantak ke arah gravitasi
Ini mungkin yang dicari dan pada manusia itu menemukannya

Aku sebagai manusia menuntaskan keinginan dan pada diriku menjadi manusia penuntas
Aku sebagai manusia mendera sayat di dada dan pada diriku menjadi manusia tersayat
Aku sebagai manusia pemegang ubun-ubun ketiga dan pada diriku menjadi manusia ketiga

Lakon pentas yang terputar itu hanyalah kamuflase
Menutupi aksi bisik yang sesungguhnya yang jelas terpatri di layar
Berat memang namun pada manusia itu mesti memikulnya
Atau mungkin yang aku kira kamuflase itu juga adalah kamuflase

Terang pagi dan pada manusia itu menjadi manusia terang benderang
Tahu arah dan tahu kemana
Selamat, pada manusia itu selesai melaksanakan tugas
Selamat, pada manusia itu mesti merasakan perih kembali

Berlin, 2010.

Friday, September 17, 2010

Doha 16 Jam

Story telling tentang perjalanan pulang saya dari Jakarta menuju Berlin.

Pesawat saya berangkat pukul 18:05 dari Soekarno-Hatta, kami berangkat dari rumah pukul 15:00, dan dengan kecepatan menyupir papa yang bagaikan kilat, jarak Duren Sawit ke Cengkareng hanya ditempuh dalam waktu 30 menit. Sampailah saya di bandara pukul 15:30 dan segera check in. Hari itu saya mengenakan sebuah kaos lengan pendek dan jeans. Bawaan saya hanya sebuah tas dorong kecil yang isinya juga tidak penuh karena alhamdulillah bagasi saya memuat banyak.

Mama bertanya, "mas, kamu nggak pakai jaket?"
Saya pun menjawab, "cuma bawa cardigan ma, kan di Doha panas. Di Berlin juga masih musim panas."
"Terus cardigannya mana?" tanya mama kembali.
"Ini di tas ma. Nanti aja dipakainya kalau kedinginan."

Tak lama kami segera berpisah karena mereka akan langsung melanjutkan perjalanan ke Bandung. Sebelumnya saya bertemu dengan Hasbi, juga seorang mahasiswa Indonesia di Jerman yang ternyata juga akan kembali ke Jerman sebentar lagi. Namun Hasbi tidak satu pesawat dengan saya. Dia baru akan berangkat pukul 01:00 lewat tengah malam. Batin saya, wah, menunggu keberangkatannya masih akan lama sekali. Tapi sepertinya dia akan sampai lebih dulu di Jerman daripada saya karena saya mesti transit di Doha selama 16 jam.

Saturday, August 28, 2010

Gugusan di Langit Jakarta

Kelabu, itulah apa yang ku rasakan saat menanjaki langit Berlin sore itu, seperti meninggalkan bekas yang terlampau pahit, sepahit kumpulan serak-serak yang tertulis sejak awal tahun ini. Seperti tahuku, bahwa satu titik pada roda tak selamanya berada pada tempatan teratas, walau keberadaan membawa kestabilan psikologis pribadi yang tertinggi. Semuanya bagai terhempas, hampa, sebagian memiliki sebab-musabab, sebagian yang lain tanpa alasan apa-apa.

Mungkin garisanku dan mungkin ujianku. Sejauh burung besi ini melesat, menjauhi keperihan dan mendekati kepedihan, sedalam itu pula siluet-siluet tak menentu mengikuti. Hey you're feeling useless, seolah menjadi sebuah beban yang menghalangi keinginan orang lain. Dalam jejakkan pada noktah nol, kulihat ombak-berombak di sana, membayangi pemikiran, memerahkan mata, menyesakkan dada, -- dan aku mesti tegar mendongakkan kerapuhan, tetap agar basah tak menderas dari mata.

Dan mungkin semua akan seperti ini sampai dengan ubahnya nanti. Namun pasti juga ini sebuah ingatan dari Allah agar aku total kembali.

Jakarta, 2010.

Sunday, June 06, 2010

Recent Updates

Well, I'm back. It's been a long time not updating my blog with the latest info. Also not any new short stories. I had quiet mood writing short stories, almost finish, but need to remake up again to be perfect. Hmm, change the language.

++ Mas Dimas, wie ist Ihr Studium?

Siang tadi usai mengajar Bahasa Indonesia, saya dikejutkan dengan pertanyaan di atas dari salah seorang peserta. Dia seorang dosen Bahasa Vietnam di Humboldt Universität zu Berlin yang sejak awal mengikuti kelas Bahasa Indonesia di KBRI Berlin. Sebenarnya, dia sudah sering mengajukan pertanyaan ini kepada saya, tapi kali ini saya merasa terenyuh dengan perhatiannya terhadap keadaan studi saya. Lalu saya bertanya, mengapa dia sering menanyakan hal ini kepada saya. Lalu dia menjawab: Mas Dimas, studi Anda jauh lebih penting daripada semua ini! Anda harus menjadi seorang insinyur! Mengajar Bahasa Indonesia bisa Anda lanjutkan lagi kalau studi Anda sudah selesai, negara Anda membutuhkan insinyur-insinyur seperti Anda! Di sini mungkin Anda bisa mendapatkan banyak pengalaman dan juga kontak dengan yang lain, tapi studi Anda tetap nomor satu, studi Anda tetap bernilai!

Tuesday, April 13, 2010

Prosa Mata dan Sajak Hati Tak Berima

Prosa Mata dan Sajak Hati Tak Berima
Oleh: Dimas Abdirama

Sebulan lagi aku akan menjadi orang buta. Benar, sebulan lagi dokter akan mengangkat kedua bola mataku akibat kanker di belakang retina yang makin membahayakan jaringan otak. Semuanya berlangsung sangat cepat, belum ada dua bulan, hingga mataku terasa semakin rabun dari hari ke hari, dan kacamata setebal pantat botol ini sudah tak mampu lagi mengimbangi pandanganku yang lamur.

Terguncang? Jelas. Sedih? Pasti. Berita itu sudah cukup membalun jiwa dan ragaku seremuk-remuknya. Tapi toh untuk apa lagi? Semuanya harus terjadi. Aku hanya punya dua pilihan, kehilangan mata atau kehilangan nyawa. Memang, kehilangan mata terdengar seperti kehilangan nyawa. Bukankah tanpa mata aku tak punya lagi cita-cita? Mau melanjutkan kuliah ini? Bagaimana bisa! Mau menjadi ilmuwan dan dosen untuk membangun Indonesia? Ah, mimpi! Tubuh bacul ini hanya berujung menjadi seorang tuna netra, berharap akan ada nasib baik yang bisa membuatku bertahan sampai hari tua nanti.

Aku tidak lagi sebagas dan sebahaduri itu. Rama yang menyadarkanku. Mungkin ada sekian banyak dosa yang aku perbuat hingga Tuhan mengambil titipannya yang sangat berharga ini pada diriku. Rama menggeleng, „Justru ini bentuk kasih sayang Tuhan kepadamu, san!“ kata Rama. Aku berupaya mencerna. „Lihatlah betapa banyak orang yang tersembab dalam jurang dosa karena pandangan matanya.“

Saturday, March 13, 2010

Pustaka Aksara










We may sit in our library and yet be in all quarters of the earth - John Lubbock.

Saturday, February 27, 2010

Gelora Dalam Sempit Membuat Harap













1. Gelora

Alhamdulillah, tidak ada kata yang pantas aku ucap selain alhamdulillah. Dua ujian terakhir dapat terlewati dengan baik, dan hari Jumat kemarin aku mendapat sebuah kejutan dari universitasku. Seumur-umur aku belum pernah membayangkan akan mendapatkan hal ini: sebuah beasiswa. Ya, aku mendapat beasiswa dari Kementrian Luar Negeri Jerman (Auswertiges Amt) lewat DAAD (Deutscher Akademischer Austauschdienst). Universitas memilih aku sebagai satu dari dua mahasiswa asing untuk menerima beasiswa ini karena dedikasinya memajukan hubungan pendidikan antara Jerman dan Luar Negeri serta memajukan kapasitas kemampuan mahasiswa asing melalui serangkaian pelayanan yang kami berikan. Aku pun diminta memberikan bukti bahwa selepas aku menerima beasiswa ini, ada perubahan positif yang signifikan terhadap kemajuan mahasiswa asing di kampusku.

Monday, February 15, 2010

Mengenal Sistem Imun Turunan


Kali ini saya akan memberikan kalian sedikit informasi tentang cara kerja sistem imunitas dalam tubuh kita.

Sistem imunitas dibagi dalam dua jenis, yaitu innate immunity dan adaptive immunity. Innate immunity adalah imunitas yang dapat langsung dijalankan di detik-detik pertama ketika tubuh kita terkena infeksi, biasanya dalam kurun waktu 0-4 jam saja. Sedangkan adaptive immunity berproses agak lama, karena melibatkan serangkaian proses yang rumit dalam tahap pengenalan dan penyembuhan infeksi.

Yang akan saya tulis kali ini adalah sistem imunitas dari innate immunity. Untuk mempermudah penjelasan akan saya mulai dari: ketika tubuh kita mengalami luka.

Tuesday, February 09, 2010

Anjangsana

Anjangsana
Oleh: Dimas Abdirama

[Geming]

Aku memang seorang muslimah, namun bukan itu baju yang ku kenakan. Sejak aku tinggal bersama kekasihku di kota mahaindah ini, aku telah membuka mata bahwa agama hanyalah sebuah alat pengotak-kotak, apapun bentuknya, bisa hati, bisa pemikiran, bisa pergaulan, bisa juga pertemanan. Jika saja Tuhan bisa membuka mata samudra yang luasnya membentang dari timur ke barat lalu dari utara ke selatan, mengapa tidak bisa kubuka lebar-lebar mataku? Matamu? Mata orang-orang itu?

Siapa yang sangka, seorang anak sampah yang dulu tidak punya nilai apa-apa kini bisa menjadi dosen kenamaan di École des hautes études en sciences sociales, Paris. Aku juga beranjak menjadi seorang aktivis dari sebuah organisasi besar La Femme yang kerap diundang mengisi berbagai talk show di layar kaca. Sebulan sekali tulisanku terbit dalam kolom budaya The New York Times mengulas masalah-masalah kemanusiaan di dunia.

Tak ada yang tak mengenalku, Neng Geulis, setidaknya di kota ini. Café et Boutique yang aku kembangkan sendiri di Rue de Berri telah berkembang mahsyur sebagai bagian dari pusat mode dan pusat pertukaran pemikiran. Harta dan nama yang aku dapatkan sampai saat ini bersumber atas pengorbanan, cinta dan perhatian dari kekasihku, paruh nafasku, bongkah rapuh tulangku, Constantin Metzner-Rodriguez.

Thursday, January 21, 2010

Cómo entiendo yo amistad?

La amistad es la estrella que quiso ser un heróe - El Paíz, kapannya lupa.

Selagi mengobrak-abrik kertas-kertas yang menggunung, saya temukan kembali sebuah karangan pertama saya dalam Bahasa Spanyol. Waktu ikut kelas Bahasa Spanyol semester lalu, kami diminta membuat karangan bertema "bagaimanakah arti seorang teman menurut pendapat saya?" (kurang lebih itulah arti dari judul posting ini di atas). Kebetulan waktu itu kelas Bahasa Spanyol kami sudah akan usai, dan sebagai bentuk perpisahan, kami membuat tulisan ini kemudian dibagikan kepada seluruh peserta kursus sebagai kenang-kenangan. Walaupun hanya satu semester, namun saya merasa dekat dengan peserta khusus Bahasa Spanyol. Setiap istirahat kami selalu pergi bersama ke cafétaria gedung Tel yang letaknya di lantai 20 sambil menikmati pemandangan kota Berlin ke segala penjuru di musim panas, menyeruput kopi bersama, makan kue, bercanda ria.

Kebetulan kelas Bahasa Indonesia saya juga akan usai. Setelah tiga semester bersama dengan mereka, ada perasaan sedih juga, karena semester depan KBRI tidak membuka kelas lanjutan baru untuk mereka (kecuali jika rencana pembukaan kelas percakapan disetujui). Akhirnya saya berinisiatif untuk mengadakan acara nonton film bersama. Filmnya bertemakan teman yang tak lain tak bukan adalah Laskar Pelangi. Setelah itu, masing-masing peserta kursus saya beri tugas membuat karangan bertemakan "teman", sama seperti yang saya lakukan di kelas Bahasa Spanyol saya.

Sunday, January 17, 2010

Terlalu Banyak Buku untuk Dilahap

Agaknya saya perlu belajar tentang konsistensi, atau berkonsentrasi pada satu buku. I am a book maniac. Begitu mudahnya saya tergiur untuk membeli dan membaca buku padahal masih ada beberapa buku untuk diselesaikan. Contohnya akhir-akhir ini, saya sedang ada mood untuk menulis cerita yang berlatarkan kisah-kisah sejarah kota Berlin, tetapi dilihat dari sudut pandang yang berbeda. Kebetulan seorang teman saya merekomendasikan sebuah buku karangan Sven Regener - seorang penulis yang berprofesi juga sebagai penyanyi - dengan judul Der kleine Bruder. Dari judulnya mungkin memang kurang eye catching, tapi teman saya itu bisa membius dan mengompori saya dengan ceritanya yang berapi-api agar saya membaca buku itu. Well, akhirnya saya pergi ke toko buku terdekat di lingkungan kampus saya, dan melihat-lihat buku yang dituju.


Iseng-iseng melihat rak buku, saya baru ingat bahwa saya masih ada satu hutang membaca sebuah buku yang saya beli di masjid sebelum pulang ke Indonesia. Sayangnya buku itu terbengkalai akibat saya membeli dan mendahulukan buku "Emak Ingin Naik Haji", dan "Azizah Choice, Catatan Seorang Mualaf". Belum lagi di Indonesia saya membeli buku "Ayat Amat Cinta" dan membawa beberapa buku-buku punya adik saya karya Raditya Dika (ceritanya ingin belajar menulis cerita komedi). Buku yang saya lupakan itu adalah: Cinta dalam Sujudku karya Pipiet Senja.

Tuesday, January 05, 2010

Futuristika

Futuristika
Oleh: Dimas Abdirama


Di Berlin sedang terjadi kekacauan yang luar biasa.

Jutaan orang berkumpul di beberapa tempat. Straße des 17. Juni dipenuhi lautan manusia yang berjejal sampai tugu Siegesäule dan Brandenburger Tor. Ribuan orang menumpuk sepanjang Friedrichstrasse sampai Unter den Linden dan Alexanderplatz. Sebagian lagi memadati Potsdamer Platz. Mereka berteriak, mengacungkan plakat dan spanduk tinggi-tinggi. Kekacauan ini bertendensi membuat keributan yang sangat dahsyat.

Kanselir Maximillian Müller menyatakan Republik Federal Jerman berada pada status darurat. Di Hamburg, Köln, München, dan Frankfurt aksi unjuk rasa serupa juga sedang berlangsung secara besar-besaran. Menteri Ekonomi dan Teknologi Ayse Guncan mengadakan pertemuan rahasia dengan kanselir, presiden, dan beberapa pejabat tinggi. Ratusan batalion Bundeswehr dikerahkan untuk mengamankan masa yang makin memanas.

„Kita tidak punya waktu lagi Herr Müller! Kita harus segera memanggil dia!“ ujar Menteri Ekonomi dan Teknologi Ayse Guncan dengan panik. Presiden Alexander Winterroll mengamati dokumen-dokumen yang dibawa Frau Guncan.

Maximillian Müller mengerenyitkan dahi. Sesekali melihat jam tangannya dengan gugup. „Apa kebijakan ini tidak akan membuat ekonomi kita morat-marit, Frau Guncan?“