Thursday, December 15, 2005

Mengapa Saya Suka Menulis?

Kategori: Curhat

Artikel kali ini bisa dibilang tidak begitu penting, karena hanya mengulas mengapa saya senang menulis. Bagi yang tidak tertarik untuk mengetahui seluk beluk diri saya atau siapakah saya, lebih baik tunggu saja artikel-artikel lain yang akan muncul di blog ini (hehehe). Tapi bagi yang neugirig tentang kehidupan saya dan ingin mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya tentang saya (mungkin kalian adalah secret admirer saya... hehehe) silahkan baca tuntas artikel ini.

Semua diawali dari tahun 2002, saya mulai senang membuat puisi. Mungkin saya adalah salah satu korban pemutaran film Ada Apa Dengan Cinta (2002) yang menyihir para remaja di ibukota dan tempat-tempat lainnya menjadi puitis. Berdasarkan hasil survey (dari mana sumbernya lupa) penjualan buku-buku puisi dan sastra Indonesia meningkat tajam pasca pemutaran film AADC. Sebutlah salah satu teman SMA saya, berinisial AA, jadi seperti Rangga (tokoh di AADC – red) yang suka nulis-nulis puisi di buku harian. Itu baru satu contoh. Contoh yang lain masih banyak. Jika kalian berasal dari salah satu SMA di Jakarta, pasti kalian banyak menemukan kasus-kasus yang serupa dengan ini bukan? Atau jangan-jangan kalianlah salah satu pelaku dalam kasus tersebut?

Fenomena ini membuat senang guru-guru Bahasa dan Sastra Indonesia di sekolah-sekolah. Sebuah semangat melestarikan bahasa, pikir mereka. Berikut saya beri contoh salah satu tipikal puisi yang dibuat murni oleh beberapa remaja saat itu.
Dalam denting aku terdiam
Dalam kokoh aku rapuh
Sayup sayup suaramu
Meratakan perasaan di balik para sanubari
Lempar saja tubuhku dalam api
Biar terbakar sampai berabu


Tapi semangat saya menulis puisi saat itu bukan dipengaruhi oleh pemutaran film AADC. Menurut psikologi, saya ini termasuk golongan orang Ginestetik, yang banyak bermain dengan perasaan. Saya ingin mengungkapkan sesuatu, yang saya tidak berani (oleh karena beberapa alasan) mengungkapkannya secara gamblang. Jadilah saya mencari jalan lain untuk mengungkapkanya, dengan bermain kata-kata dan menyusunnya dalam kalimat-kalimat sederhana, padat, namun bermakna. Ya puisi itu.

Ketika tahun 2002, umur saya masih 16 tahun. Egoisme remaja masih bergejolak. Perasaan-perasaan seperti cinta, persahabatan, amarah, dan lainnya begitu banyak datang dan membekas. Sehingga ingin rasanya untuk meluapkannya lewat tulisan yang bisa dinikmati kapan saja. FYI, saya juga termasuk orang yang menulis buku harian lho. Dari tahun 2001, tiap hari hidup saya selalu saya tulis di buku harian. Sampai September 2005, tepatnya setelah kembali lagi ke Berlin, saya memutuskan untuk tidak melanjutkan mengisi buku harian lagi. Semua terekam jelas. Hari ini saya sedang apa, pergi kemana saja, bertemu siapa saja, lengkap tertulis di buku harian. Mungkin itu juga merupakan salah satu faktor yang menyebabkan saya senang meluapkan perasaan melalui menulis.

Puisi itu simpel. Tapi maknanya dalam. Dan intrepetasi orang bisa berbeda karena keluasan maknanya. Puisi itu bisa merekam getaran rasa, dan keadaan si pembuat puisi, dan bisa mengatakannya kepada si pembaca. That’s why I like writing and reading poem!

Trend pun berubah, seiring berkembangnya jaman. Saya masih senang membuat puisi tapi tidak sesering dulu. Sekarang saya lebih suka memperhatikan. Tepatnya memperhatikan karakter orang-orang di sekeliling. Saya hidup di berbagai komunitas. Contohnya komunitas Indonesia dan komunitas kampus. Di kampus sendiri, tidak hanya orang Jerman, tapi juga orang-orang dari negara-negara lain. Mereka membawa karakter-karakter yang berbeda dan punya keistimewaan. Dari situlah saya berimajinasi (FYI, berimajinasi adalah salah satu hobby saya) untuk mempertemukan si pemilik karakter A dengan si pemilik karakter B dalam dunia yang saya buat sendiri lengkap bersama problematika yang muncul di antara keduanya. Jadilah Cerpen atau cerita pendek. Tidak dapat dipungkiri, bahwa cerpen itu banyak berdasarkan kisah nyata yang dialami oleh si pembuat cerpen, dengan perubahan seperlunya. Contohnya, jika dalam kehidupan nyata orang yang memiliki karakter A berjenis kelamin perempuan, saya buat dalam cerpen saya berjenis kelamin laki-laki. Atau saya menempatkan diri saya bukan sebagai tokoh utama, melainkan sebagai tokoh pendukung, dan lain sebagainya.

Intinya, dengan menulis, saya memiliki tempat untuk meluapkan berbagai rasa yang ada dalam diri saya. Saya selalu beranggapan bahwa menulis merupakan salah satu bentuk seni, walaupun anggapan saya ini lebih banyak cenderung lari dari kenyataan, bahwa saya tidak punya aliran seni apapun dalam tubuh saya... hehehe... ayah saya seniman sekali, tapi saya tidak bisa bernyanyi, bermain alat musik (padahal di kamar saya di Jakarta ada sebuah gitar, tapi bukan saya yang banyak memainkannya, melainkan ayah saya atau teman-teman saya), atau melukis atau juga fotografi. Jadi saya beranggapan, meluapkan rasa melalui bahasa juga termasuk seni. Jadi saya pun juga punya aliran seni. Ya kan?

Namun kita harus ingat, bahwa menulis juga penuh resiko. Dalam e-mail yang saya dapatkan dari seorang teman beberapa hari yang lalu, akrobat kata-kata dan sirkus retorika bisa jadi bumerang untuk diri sendiri yang siap memenggal leher kita sewaktu-waktu, dan juga bisa membuahkan rasa benci pada orang lain dan bukan membuat mereka tambah berkasih sayang. Hmmm...

Biar gimanapun, menulis itu menyenangkan. Yuk banyak menulis!

7 comments:

waterpoured said...

selamat datang di dunia ''Melo''... :D

Anonymous said...

:x

Anonymous said...

Baru saja saya membaca e-mail yang berjudul Laa Khouf (Jangan Takut) karya seseorang bernama pena Dedaunan
Bisa dilihat di: http://10.9.4.215/blog/dedaunan
Dia bilang, bahwa salah satu faktor orang tidak mau menulis adalah karena TAKUT. Hmm.. takut apa yah kira2..? Jawabannya adalah karena takut dilihat jelek oleh orang lain... :-)

dEviLish aNgeL said...

Btw.. Knp berhenTi nuLis buku harian? pdhaL kan nuLis buku harian itu punya efek psikologis yg bagus..
kL ga, coba nuLis diaRy di Laptop d.. Seru!! MobiLe bgT lagi ^^;;

Anonymous said...

karena penyakit gue yang suka menunda2 pekerjaan, Nad. Tadinya tiap satu minggu ditulis, terus lewat jadi dua minggu, trus jadi tiga minggu akhirnya jadi dua bulan... yaudah lah, gue hentikan sampai di sini saja. Tapi usul lo nulis diary di laptop boleh juga!!

Anonymous said...

hmn..sepertiny saia termasuk korban AADC juga.

catatan pianissimo said...
This comment has been removed by the author.