Saturday, July 02, 2005

Makan Memakan Di Berlin

Alhamdulillah, ada juga waktu buat gue untuk ngisi postingan di blog lagi, setelah sepekan terakhir ini disibukkan dengan proses Bewerbung dan hal-hal pasca kelulusan Studkol lainnya. Oke, sesuai janji gue, gue bakal menulis tentang proses makan memakan di Berlin.

Bacalah potongan testimonial tentang gue berikut ini dari seseorang berinisial D


...Wah tambah cuby
yah..ga ky wkt smu,ud kurus,item,aneh,
n dengan maskot lo yaitu...

Sekarang gue sedang dalam proses menggemukkan badan, dan syukurnya kehidupan gue di Jerman mendukung rencana gue itu. Di dalam kulkas gue tersedia tiga buah kotak susu sapi segar dengan 3,5% lemak yang gue minum sehari sekali atau sehari dua kali. Dulu, gue sempet jatuh cinta dengan yoghurt, tapi enam bulan terakhir sudah jarang makan yoghurt lagi. Namun, dalam belanja gue kemarin, gue membeli lima gelas kecil yoghurt.

Keju 45% lemak juga tak ketinggalan ada di barisan makanan penting kulkas gue. Ditambah lagi dengan beraneka ragam coklat, hmm lecker! Tapi jangan salah, gue juga mengkonsumsi sayur-sayuran segar bergizi, seperti selada, paprika, bayam, brokoli, wortel dan teman-temannya. Contohnya beberapa hari yang lalu, gue sarapan pagi dengan selada yang gue iris tipis-tipis, ditambah ikan tuna kalengan, cuka dan mayonaise. Makan model seperti itulah yang mewarnai dapur gue sepekan ini.

Walau demikian, gue juga memakan makanan asli Indonesia lho. Baru setelah di Jerman ini gue merasakan nikmatnya memasak. Masak bagi gue adalah seni, dimana mencampur-baurkan antara perasaan, pikiran, kasih sayang, dan lainnya. Bagi yang pernah memakan masakan dari dapur apartemen gue (403) harap beri komentar dipostingan ini! Hehehe...

Selain itu, kadang gue juga sering memakan makanan di luar rumah, seperti di Imbiss, Restaurant, atau di Mall. Baik, gue jabarkan di mana saja tempat favorit makanan-luar-rumah gue di Berlin.

1. El-Reda Restaurant (Libanon)

Kehalalan adalah yang paling utama dalam memilih makanan atau bahan makanan. Di lingkungan masyarakat muslim di Jerman, telah tersebar daftar bahan makanan yang harus diperhatikan, karena bahan-bahan makanan itu mengandung sesuatu yang tidak halal atau dipertanyakan kehalalannya. Oleh karena itu setiap belanja di supermarket, kami selalu membawa daftar itu dan sibuk meneliti Zutaten (ingredients) dari bahan makanan yang ingin kami beli.

Ketika berlibanon



Begitu juga dalam memilih Restaurant, kehalalan adalah yang terpenting. Salah satu Restaurant yang terpercaya adalah El-Reda atau orang Indonesia di Berlin menyebutnya Libanon (karena pemilik dan pegawai Restaurant ini orang Libanon). Restaurant ini menyediakan masakan Iran, seperti Jujeh, Kubideh, dan nama-nama aneh lainnya.

Setiap orang Indonesia di Berlin hampir dapat dipastikan mengenal dan pernah mengunjungi Restaurant ini (duh, kok gue kayak sales gini yah? Tapi gue nggak dibayar lho sama Restaurant ini!). Tanyakan pada setiap orang indo tentang Restaurant ini jika kalian bertemu mereka di jalan, kemungkinan besar mereka dapat menjawabnya. Berikut cuplikan chatting antara gue dan G di Yahoo!Messenger:

...
GG: ach so.
GG: di berlin jalan2..
lab_kimia: ke mana aja?
GG: jalan2 doank...
GG: trus makan di libanon..
lab_kimia: ahahahaha
GG: gw pesen 2mal pket 1
GG: buset mo pingsan makannya
GG: ampe kolaps gw..
lab_kimia: hahaha
...



Pertama kali datang ke Jerman (tepatnya tanggal 1 Februari 2004) kami – satu rombongan – makan malam di Restaurant ini. Awalnya kaget, bayangkan, hidangan yang disajikan hanya berupa nasi yang menggunung (banyak banget!), daging kambing sepanjang 20 cm, dan satu butir tomat yang dibakar (sayangnya gue nggak menemukan gambar makanan itu untuk gue pubikasikan). Kali pertama ilfeel, makan nggak habis, dibungkus untuk dibawa pulang, dan di rumah pun juga nggak dimakan. Hal ini terjadi tidak hanya pada diri gue, tetapi pada semua teman-teman gue. Kali kedua tetap sama, kali ketiga sepiring berdua (biar habis), kali keempat habis sendirian, kali kelima dan seterusnya ketagihan!

2. Café de Gelato di Potsdamer Platz

Baru sekarang lho gue bisa menikmati memakan es krim. Café ini berada di tingkat dua Mall Arkaden, di bilangan Potsdamer Platz, salah satu pusat kota di Berlin. Jenis Es Krim yang ditawarkan sangat beragam dan lezat banget! Untuk ukuran student, eskrim satu Kugel (satu tangkup) seharga satu euro sudah cukup lah. Kalau masih kurang puas, boleh lah yang dua Kugeln seharga dua euro. Kalau lagi ada acara spesial, biasanya kami memesan yang lebih luar biasa lagi. Ada es krim dengan taburan buah, coklat, dsb dsb dengan harga ab empat euro. Enaknya, di sana dijelaskan es krim mana yang memakai alkohol, gelatin atau bahan-bahan terlarang lainnya, sehingga kita juga bisa memilih yang halal.



Es krim lezat...



Kalau gue baru pulang dari Staatsbibliothek (Perpustakaan Negara) yang terletak bersebelahan dengan Mall itu, kadang gue sempat mampir, membeli es krim, ke toko buku, atau jalan-jalan mengelilingi Mall melepas kepenatan. Gue suka dengan lingkungan di Potsdamer Platz. Modern dan klasik.

3. Mensa TU Berlin

Biasanya sebelum berangkat sekolah gue selalu mempersiapkan makanan untuk makan siang, agar bisa gue makan di mensa (kantin) ketika istirahat panjang. Terkadang gue tidak sempat masak di pagi hari. Kalau seperti itu, berarti gue harus makan di mensa. Menu di mensa tidak semuanya halal. Terkadang menyediakan daging babi. Tapi di hari Jumat, mensa menyediakan daging ikan yang dibalut dengan tepung panir, dimakan beserta kentang, sayuran dan saus putih.

Pasta tomat juga bisa menjadi pilihan. Terkadang, daging ayam dan daging sapi juga disediakan di sana. Tapi kan kita nggak tahu bagaimana proses penyembelihannya, jadi untuk daging-daging seperti itu kita hindari.

4. Imbiss Kebab

Yang ini sangat populer di kalangan semua orang Indo di Jerman. “Ein mal Döner bitte! Ohne Zwiebel!“ (saya pesan kebab tanpa bawang dong!) kata itu pasti sudah tak asing didengar dan diucap. Ada banyak toko Kebab tersebar di seluruh pelosok Berlin. Bagi yang belum tahu kebab, kebab adalah jenis makanan dari arab (Döner dari Turki dan Schawarma dari Arab) yang berupa roti diisi dengan irisan daging, sayur-sayuran, dan saus. Teman gue – D – adalah salah satu maniak kebab, sampai-sampai berfantasi memiliki toko kebab sendiri dan dapat bebas memakan kebab kapanpun dia mau.

Di semester dua kemarin, gue sering jalan bareng dengan A dari negara Y. Biasanya kita belajar bareng di perpustakaan atau di kampus, setelah itu kita makan siang deh. Dia banyak tahu toko-toko kebab dengan rasa yang menggiurkan selera, dan kita sering menjelajah Berlin demi menemukan toko kebab itu. Tercatat toko kebab di wilayah Tempelhof, Nollendorfplatz, Zoologischer Garten, Turmstraße, dan Büllowstraße adalah toko kebab dengan kebab yang lezat dan populer di Berlin.

Itulah saudara-saudara tentang kehidupan makan-memakan di Berlin. Tertarik? Hehehehe... oh ya, malam ini gue janjian makan malam di Libanon lho!

3 comments:

amel said...

Masak bagi gue adalah seni, dimana mencampur-baurkan antara perasaan, pikiran, kasih sayang, dan lainnya.

Kurang satu Dims, masak bagi elo juga eksperimen, huhuhu... gue pernah makan di 403. Ceritanya Dimas mau bikin spaghetti tapi gak punya daging cincang. terus akhirnya pake daging biasa udah gitu kambing pula, hahaha.

Oya, ttg Libanon, wah... pertama kali gue ke sana langsung abis. Itu hari pertama gue di Berlin pula. Hahaha. Soalnya waktu itu gue abis keliling Berlin seharian (plus Potsdam) terus sampe Libanon jam 11 malem, bayangin udah kayak apa gue waktu itu.

Anonymous said...

uhuhuhu... iya mbak amel, masih inget! waktu itu tuh kali pertama aku ngebuat sphagetty... yah sekalian eksperimen2 dikit lahh... hehehe....

uhuhuhuu... laper nih mbak amel... ke libanon dulu yagh.. uhuhuhuuh...

Anonymous said...

duuuuh kerennya tuh gambar org lgi makan....Bayar woy buat memasukkan 2 foto itu dimana kedua2nya adalah hasil karya gw...

Libanon gw mupeng neh skrg....ada yg bersedia ngirimin dari berlang ke jekarthah ??