Sunday, June 19, 2005

Kinderspiel! Sehr Leicht!

Dulu waktu gue masih SMA, gue dikelilingi oleh orang-orang dengan otak yang menakjubkan. Gue ambil contoh salah seorang sahabat gue N. Dia ini anak yang berprestasi di sekolah. Nilai-nilainya ketika ulangan selalu menakjubkan. Tapi dia tidak pernah bilang kalau soal ulangan yang dia kerjakan itu mudah. Padahal dia mengerjakan ulangan itu dengan sangat lancar dan percaya diri. Berikut hasil pembicaraan gue dengan sahabat gue ini:


Gue: hei N, gimana tadi ulangan Fisikanya?
N: aduh susah banget! Gue nggak bisa ngerjain
Gue: beneran nih?
N: iya beneran! Tadi gue udah kayak lomba mengarang bebas. Paling nilai gue dibawah lima


Seminggu kemudian ulangan Fisika itu dibagikan. Dan ternyata nilainya N pada ulangan itu adalah delapan!

Kasus yang sama namun berbeda versi dengan teman gue Y sekitar sepuluh menit menjelang ulangan harian Biologi:


Gue: Y, gue belum belajar nih!! (yang ini gue jujur lho)
Y : sama gue juga. Buku belum gue sentuh sama sekali dari tadi malam


Tapi ternyata nilai Y ini jauh lebih tinggi dari gue.

Rata-rata pelajar Indonesia selalu berkata seperti itu setelah mengerjakan ujian. Mereka bilang kalau mereka baru saja mengerjakan ujian dengan tidak sukses dan langsung memberikan pesimistische Vorhersagen. Gue ngerti sih kenapa kebanyakan pelajar Indonesia seperti itu, karena hal itu merupakan bagian dari sopan santun

Hah sopan santun?

Iya, coba bayangkan kalau kalian sedang mendengar percakapan dua orang pelajar Indonesia seperti ini:


X: bagaimana Y, sukses SPMB-nya tadi?
Y: oh! tentu saja! Itu mah gampang !


Kalau gue pribadi sih nggak bakalan ngomong kayak gitu setelah mengerjakan ujian. Kenapa? pertama karena takut kualat. Gimana jadinya kalau kita sudah bilang di khalayak ramai bahwa kita telah sukses mengerjakan sebuah ujian namun ternyata nilai ujian kita jelek (karena satu dan lain hal yang tidak diduga-duga). Kedua, hal itu menunjukkan rasa sombong. Pasti terbesit pada pikiran sang pendengar, kalau kata-kata yang baru saja dilontarkan oleh ‘si percaya diri’ ini mengadung nilai rasa sombong yang sangat tinggi.




Suasana para pelajar sedang ujian



Jadi intinya kalau di Indonesia jangan bertanya pertanyaan seperti itu pada teman kita sesudah ujian, karena kita tidak akan mendapatkan jawaban yang sebenarnya (kecuali kalau kita bisa membaca raut wajah teman kita itu)

Hal yang demikian tidak berlaku setelah gue bersekolah di Jerman. Di sekolah gue terdapat berbagai macam suku bangsa, negara, ras, bahasa, budaya dan latar belakang yang berbeda. Semua jadi satu di sini. Bentuk sopan santun yang gue bicarakan di atas tadi sangat tidak berlaku di sini. Ikuti beberapa cuplikan percakapan gue berikut ini:


Gue dengan Lim orang Korea
Gue: guten Morgen Lim! Hast du dich gestern für die Prüfung schon gut vorbereitet? (Selamat pagi Lim, apakah kemaren lo udah mempersiapkan ujian dengan baik?)
Lim: ja! Ich habe alles geschafft. Und wie bei dir? (iya, gue udah belajar semuanya, lo sendiri gimana?)
Gue: na ja, nicht so..( gimana yah... nggak terlalu sih... *padahal gue juga udah belajar tapi karena takut kualat jadi gue bilang bahwa gue belum belajar aja*)



Gue dengan Lisha orang China
Lisha: wie war die Prüfung, Dimas? Leicht oder? (gimana ujiannya Dimas? Gampang bukan?)
Gue: nein, es war sehr schwear (nggak, ujian tadi susah banget *gue ngebohong padahal sih gue bisa ngerjain juga*)
Lisha: bist du dumm oder was? Bei mir war sie verdammt leicht! (lo bego kali yah? Bagi gue ujian tadi bener-bener gampang!)


-- gue dibilang bego!! --


Gue dengan Wa’el orang Marokko
Gue: Wa’el, ich habe Angst, dass ich nicht bestehe!. Das war katastrophal! Wie war bei dir? (Wa’el, gue takut nggak lulus di ujian tadi nih! Susah banget! Lo gimana? *kali ini gue serius nggak bisa ngerjain ujiannya*)
Wa’el: wirklich? Solche Aufgabe konntest du nicht? Das ist doch wie ein Kinderspiel (beneran? Soal kayak gitu lo nggak bisa? Itu kan kayak mainan anak-anak)


Ya ampun... kayak mainan anak-anak katanya... jelas gue drop banget dong, udah nggak bisa ngerjain soal eh dibilang soal itu kayak mainan anak-anak lagi. Seolah-olah gue adalah orang paling bego se-dunia.

Akhirnya, demi menjaga harga diri dan nggak mau diinjak-injak lagi, sekarang gue selalu menjawab seperti ini:


Gue dengan Abhisek orang India
Gue: hast du gut geschrieben? (sukses ujiannya tadi?)
Abhisek: ja, mindestens 12 Notenpunkte kriege ich. Und du? (iya, minimal gue dapet nilai 12. kalo lo gimana ?)
Gue: ich auch! Mindestens sogar 13! (gue juga! Bahkan buat gue minimal 13! *nggak mau kalah*)



Gue dengan Asaad orang Yaman (muslim)
Asaad: wie war? (gimana tadi?)
Gue: insya Allah. Und du? (Insya Allah. Kalo lo?)
Asaad: insya Allah


Kan lebih enak tuh.

Sekarang gue coba paparkan dari segi si pe-nanya. Tahukah kalian mengapa ada saja orang yang sering bertanya kepada temannya sesudah ujian? Ada dua kemungkinan. Pertama, orang itu benar-benar peduli dengan keadaan orang lain serta sebagai basa-basi untuk pergaulan. Kedua, orang itu sedang mencari teman, ada nggak yang nasibnya sama kayak dia atau bahkan lebih buruk dari dia. Kalau ada maka dia akan senang atau setidaknya lega.

3 comments:

Anonymous said...

Dari judulnya gw bgt.....(oh no ntar kualat lagi). Dari isinya pas gw baca..huhuhuhuhu agak sedikit2 menyinggung gw deeeeeeeeh, tapi gak papa, kalo dari sisi gw, gw liat ada sedikit pujian for me.hehehehe.....übg si y itu sapa ?

amel said...

dims, kelas 1 dan 2 SMA gue di Aljazair. guru Biologi kita sakit jiwa. Ujian bagi dia itu demikian prosedurnya: ujian, koreksi di kelas (lengkap dengan pengumuman berapa poin masing2 soal), abis itu sebelum dia bagiin kertas ujian kembali ke kita, dia minta kita tebak berapa nilai yg kita dapat, kl kita bisa tebak dgn tepat, kita dpt tambahan 1 poin.

Nah, Biologi gitu loh Dims, apalagi guru gue itu killer abis, tambahan nilai 1 poin itu luar biasa anugerahnya bagi kita dulu. Dan menurut dia, kl kita tau dgn tepat berapa nilai kita, itu artinya kita gak ngecap di ujian dan jelasnya gak nyontek.

Jadi, setiap dibagiin ujian dia itu tontonan abis lah. Ada anak2 yg dengan PDnya bilang dia dapet 10 lah, ada yg saking betenya nebak dia dapet 1 atau 2 (yg ternyata bener tebakannya), hehe... gitu Dims.

Kalau suatu saat gue jd dosen, gue juga bakal terapin trik dia itu. Fun banget lah liat murid2 itu sebenernya under-estimate atau over-estimate thd diri sendiri ;;)

Anonymous said...

Ne! di Indonesia ada juga kok yang k'ya wong Jerman itu, contoh teman saya si "N"
Gw: Ngmn tadi test nya?
N : Piece of Cake! *sambil nyentil jari kelingkingnya*

Gak jauh beda dengan "I"
Gue : Aduh I gw ga bisa niih!
I : Masa soal kya gitu ga bisa? kmaren kan dah belajar!
*malangnya kmaren saya baru belajar sama dia

Meskipun hanya segelintir yang begitu, tetapi memang biasanya mereka punya percaya diri yang besar, bahkan cenderung narsis! Yang jelas kebiasaan orang Indonesia yang tidak berkata jujur, selain menjaga perasaan, juga karena terkadang they just tell u the truth. Ga' belajar ya Ga' belajar!, kenapa nilainya bagus? Mungkin mukzizat karena menjaga perasaan orang, atau do'anya kuat! Jadi ingat teman saya yang IPnya tinggi, dia bilang itu semua berkat 90% do'a+10% usaha, Believe it or not! and it works 4 her! So don't be ashame to tell the truth but don't forget to whom u speak. Ja Ne!