Sunday, January 01, 2006

Perjuangan Menuju Harapan

Kategori: Cerpen

Tahun 2006 adalah tahun sepak bola (world cup kali ini di Jerman, hehehe... )

By Guest-Writer

Perjuangan Menuju Harapan
Oleh: Nico Ega Nugraha


Keadaan pada sore itu biasa-biasa saja. Hanya segelintir mobil yang berlalu-lalang. Lapangan sepak bola masih sepi karena masih terlalu panas untuk digunakan bermain sepak bola. Seperti pada sore-sore sebelumnya, tampak seorang remaja sedang berlatih di sana. Namanya Agi, ia kelihatan sedang asyik berlatih dengan bolanya. Panas yang cukup menyengat pada sore itu merupakan hal yang biasa untuknya. Namun, walaupun ia selalu rutin latihan, kulit tubuhnya tetap tetap terlihat bersih. Ia tidak mengambil bimbingan belajar seperti anak-anak di usianya, meski ia kerap dinasehati oleh orangtuanya untuk mengikuti bimbingan belajar. Baginya, cukup belajar dilakukan di rumah dan di sekolah.

Ia selalu berlatih sepak bola. Selalu. Tak ada yang dapat menundanya untuk berlatih sepak bola. Bila ia pergi kemanapun, ia selalu membawa sebuah bola kaki. Baginya, bola merupakan bagian yang tidak dapat lepas dari dirinya, dan merupakan sahabat baiknya sejak saat itu.

Saat itu, ia masih berusia sembilan tahun. Ia mengenal sepak bola dari ayahnya yang gemar menyaksikan pertandingan sepak bola. Piala dunia di Amerika Serikat sedang diadakan.. Ketika itu, ia sudah memiliki tim sepak bola kesayangannya, kesebelasan Italia. Tidak pernah ia lewatkan saat tim nasional kesayangannya berlaga di atas rumput hijau. Ia menyukai gelandang penyerang atau playmaker kesebelasan Italia, Roberto Baggio, yang bernomor punggung sepuluh. Ia tidak hanya menyukai gaya rambut Baggio yang dikuncir berbuntut, tetapi juga ia menyukai sosok Baggio yang memiliki kemampuan teknis yang luar biasa didukung dengan daya intelegensi yang tinggi. Saat itulah Agi menyukai sepak bola, dan ayahnya memberikan seperangkat alat bermain sepak bola untuknya.

“Agi!” teriak seseorang memanggil namanya. Teriakan yang menahan geraknya untuk menendang si kulit bundar dalam latihannya. Ia berhenti sejenak untuk melihat siapa yang memanggilnya. Sebuah sosok datang. Aryo, sahabatnya sejak kecil.
“Aryo! Kenapa kamu datang terlambat?” sahut Agi dengan nafas yang tersengal-sengal.
“Aku baru saja mengembalikan buku yang kupinjam di perpustakaan. Sudah lama kamu latihan, Gi?” jawab Aryo.
“Lumayan. Aku sudah latihan mengontrol bola selama lima menit dan latihan menendang ke gawang selama lima menit” jelasnya.
“Kalau begitu, ayo kita mulai latihannya!”
“Ok!”

Mereka satu tim di sebuah kesebelasan remaja yang seing mengadakan latihan di Senayan. Namanya Young Guns Club, atau lebih dikenal dengan YGC. Agi dan Aryo biasa latihan di lapangan dekat rumah mereka ketika tidak ada jadwal latihan di klub. Klub mereka berlatih seminggu tiga kali. Adalah Bang Gugun, pelatih klub mereka yang merupakan mantan pemain di liga amatir Amerika Serikat.

Sementara Aryo melakukan pemanasan, Agi kembali berlatih mengontrol bola. Setelah Aryo selesai menyelesaikan pemanasannya, barulah mereka berlatih bola bersama. Mereka latihan mengoper, meyundul, merebut, dan mempertahankan bola. Mereka juga berlatih beberapa kombinasi seperti saling menyelesaikan umpan atau lainnya. Di dalam klub mereka, Agi berposisi sebagai gelandang penyerang sementara Aryo sebagai gelandang tengah. Latihan kali ini diakhiri dengan latihan fisik, peregangan otot, dan pendinginan.

Mereka bercita-cita menjadi seorang pemain sepak bola yang besar, dimana untuk menggapai cita-cita itu, mereka rela mengorbankan apa saja sambil berpikir bagaimana untuk mewujudkannya.

“Kamu sudah selesai, Aryo?” tanya Agi sambil menghabiskan sisa air mineral yang selalu dibawanya ketika latihan.
“Satu gerakan lagi... dan... ugh! sudah selesai sekarang” tukas Aryo sambil mengakhiri pendinginannya.
“Bagaimana? Kamu sudah siap menghadapi kejuaraan interkontinental yang dimulai pekan depan?” tanya Aryo.
“Ya! Aku sudah menunggu kesempatan emas ini sebagai ajang untuk melangkah ke tingkat yang lebih tinggi lagi” jawab Agi. “Kamu sendiri sudah siap, Aryo?”
“Aku sedang bersiap diri sekarang”
„Menurutmu, siapa yang harus kita waspadai dalam kompetisi itu?“
„Menurutku, Tim Top lah yang harus diwaspadai. Tim ini merupakan juara bertahan tahun lalu. Mereka sudah sangat kompak. Meski demikian mereka telah banyak kehilangan pemain-pemain andalan karena batas usia yang telah terlampaui. Walau begitu, mereka tetap saja tangguh. Mereka banyak bermain dengan umpan pendek yang dikombinasi dengan umpan panjang, ditambah dengan taktik cerdas dan kegigihan serta sikap pantang menyerah mereka“ jelas Aryo dengan mata berbinar-binar.
„Dan, siapa pemain yang paling berbahaya di antara mereka?“ tanya Agi lagi.
“Aji, pemain dengan nomor punggung tujuh itu adalah pencetak gol terbanyak pada kompetisi tahun lalu. Ia pandai dalam menempatkan diri di berbagai situasi. Ia juga lihai ketika melakukan duel di udara. Tahun ini adalah penampilannya yang terakhir untuk klubnya karena adanya batasan umur. Oleh karena itu, aku yakin ia akan tampil semaksimal mungkin untuk menghantarkan klubnya menjadi juara tahun ini. Lagi pula, kejuaraan kali ini akan lebih bergengsi karena akan disaksikan langsung oleh ketua PSSI, para wartawan olahraga, dan para pencari bakat. Pasti ia akan tampil habis-habisan” jelasnya.
“Begitu juga dengan kita!” kata Agi semangat.
“Hari sudah semakin sore. Ayo kita pulang. Kita belum shalat Ashar” kata Aryo.
“Ayo!” sahut Agi yang sama letihnya dengan Aryo, dan kemudian berjalan bersama.


Mereka berduapun mengucapkan salam perpisahan di pertigaan itu. Mereka sudah satu klub sejak kecil, mereka sudah beberapa kali menjuarai turnamen, dan tidak jarang mereka menjadi pencetak gol terbanyak. Saat ini mereka menjadi pemain utama di klubnya. Mereka selalu menjadi tumpuan klub untuk menjuarai kompetisi-kompetisi yang diikuti. Merekapun diangkat menjadi pemain kunci untuk kejuaraan interkontinental pekan depan. Walaupun begitu, tidak pernah ada sedikitpun dalam pikiran mereka rasa untuk menyombongkan diri.

Hari-hari Agi dijalani dengan berbagai latihan yang keras. Ia berusaha untuk tampil maksimal. Dengan jadwal yang padat, ia tetap tidak melalaikan tugas-tugas sekolahnya. Ia terus latihan bersama dengan Aryo agar saling mengerti dan mengenal pergerakan masing-masing.

Waktu terus berlalu, tiba saatnya untuk bertanding melawan tim yang telah lolos babak penyisihan, kecuali sang juara bertahan Top Club. Klub Young Guns juga berhasil lolos melewati babak-babak penyisihan. Agi dan Aryo mengemas gol dengan jumlah yang sama – empat gol. Kejuaraan ini dibagi dalam dua grup. Grup A berisikan juara bertahan Top Club, dan grup B berisikan Young Guns Club, Persija Junior, Blues Club, dan Fox Club.

Young Guns Club mendapat nilai maksimal pada putaran pertama dari tiga kali pertandingan dengan nilai sembilan. Selisih gol Young Guns adalah 9:1. Satu-.satunya kebobolan dialami ketika menghadapi kesebelasan Persija Junior. Mereka akan menghadapi Top Club yang juga mengantongi nilai maksimal.

Bang Gugun memberikan motivasi kepada anak didiknya yang akan menghadapi partai final tiga hari mendatang. Ia juga memberikan satu hari penuh untuk beristirahat.

“Selamat anak-anak! Permainan yang cantik! Bravo! Bravo!” puji Bang Gugun di ruang ganti pakaian atas keberhasilan mereka menembus partai final.
“Kita akan menghadapi lawan yang tangguh dan juga bisa dibilang pertandingan yang sebenarnya. Jangan terpaku dengan permainan lawan. Selalu mewaspadai lawan, dan jangan mudah terpancing emosi!” Bang Gugun memberikan wejangan dan menoleh ke Dipa, sang kapten kesebelasan kami.
„Dipa, kamu harus mewaspadai Aji, terutama ketika ia memberikan umpan-umpan lambung. Ia sangat berbahaya ketika itu“ ucap Bang Gugun memperingati Dipa.
„Kalian tidak ada latihan besok“ seketika ruangan itu terdengar sorak sorai yang riuh. „Tapi ingat, harus tetap konsentrasi!“ lanjutnya.

Pertandingan finalpun tiba. Agi sudah berkonsentrasi untuk pertandingan kali ini. Begitu ia memasuki lapangan, belum pernah ia merasakan perasaan yang sehebat ini. Ia memang sering berlatih di Stadion Senayan, namun baru kali ini ia merasakan ramai dan meriahnya sambutan penonton yang membuatnya begitu bergairah dan semangat untuk memulai pertandingan.

Pertandingan dimulai begitu wasit meniupkan peluitnya. Permainan dengan tempo tinggi dan cepat mewarnai lapangan hijau saat itu. Permainan yang keras takjarang membuat emosi kesebelasan Young Guns terpancing. Sang kapten sibuk memberi peringatan kepada anak buahnya agar tidak mudah terpancing emosi.

“Sabar! Jangan sampai terpancing emosi! Jangan sampai kalian dikeluarkan!“ teriak Dipa sesuai perintah Bang Gugun.

Kedua kesebelasan mendapat peluang emas. Aji mendapat peluang saat ia lolos dari jebakan offside dan tinggal berhadapan dengan kipper. Tetapi sayang, ia kurang bagus dalam menyelesaikan umpan sehingga tendangannya melebar. Agi juga mendapat peluang ketika ia dengan individual tekniknya berhasil melewai satu demi satu pemain lawan dan menembakkan si kulit bundar ke gawang lawan. Namun sayang, tendangannya membentur mistar gawang dan terpental keluar lapangan.

Pada menit ke-42, suatu serangan dilancarkan melalui sayap kanan yang sangat cepat, kemudian dari sayap kiri pemain tim Top melepaskan umpan tarik yang akurat. Pemain belakang Young Guns yang dikoordinir Dipa gagal menghalau umpan tersebut. Sehingga Aji menyelesaikan umpan tarik itu dengan sebuah tandukan yang indah. Babak pertama akhirnya berakhir dengan kedudukan 1-0 untuk tim Top.

Babak kedua berlangsung menarik. Tim Top yang sudah unggul terlebih dahulu bermain keras, sehingga terjadi hujan kartu kuning di lapangan itu. Pada menit ke-65, Agi yang mendapat umpan dari sayap menyusup dengan cepat dengan kemampuannya menggiring bolanya. Ia berhasil melewati beberapa pemain tim Top. Ketika sudah berada di dekat pinalti lawan, ia diganjar dengan keras dari belakang. Wasit terpaksa mengeluarkan kartu kuning yang kedua untuk orang itu, dan terpaksa mengeluarkannya dari pertandingan. Tendangan bebas diambil Agi sendiri. Ia melepaskan tendangan melengkung melewati pagar betis, dan meluncur dengan cepat menuju gawang, lalu membentur mistar gawang sebelah kiri dan memantul masuk ke gawang. Kedudukan imbang. Para pemain Young Guns menjadi semakin bersemangat dengan lahirnya gol tersebut.

Selanjutnya pertandingan lebih banyak dikuasai oleh Young Guns. Pertandingan dengan waktu 90 menit berakhir dengan kedudukan 1-1, sehingga pertandingan harus dilakukan dengan perpanjangan waktu.

Pada waktu istirahat, Agi merasakan rasa sakit yang luar biasa akibat kejadian pada menit ke-65. Ia meringis. Bang Gugun mendengar lirihan Agi.

“Kenapa kamu, Gi?” Tanya Bang Gugun.
“Biasa bang, sakit sedikit” ujarnya.
“Apakah kamu bisa melanjutkan pertandingan?“ tanyanya lagi.
“Insya Allah, Bang. Saya akan berusaha semaksimal mungkin”
“Kalau kamu sudah nggak sanggup, bilang abang ya!”
“Baik bang!”

Pertandingan dilanjutkan. Tim Young Guns langsung mengambil inisiatif untuk menyerang secara terbuka. Pada menit ke-101 Agi menggiring bola sampai pada daerah pertahanan lawan, lalu ia mengumpan bola ke sayap kiri yang dijaga oleh Aryo. Lalu Agi segera mencari posisi pada daerah pertahanan lawan. Setelah umpan lambung dari Aryo yang terukur ke daerah pinalti lawan, Agi menyelesaikannya dengan sebuah gol emas dan gol penentu kemenangan timnya. Dengan gol tersebut, Agi diarak oleh pemain Young Guns, dan dinobatkan sebagai pencetak gol terbanyak dan pemain terbaik. Ia lalu dilirik oleh F. Rijjckaard, seorang pencari bakat dari klub Ajax di Belanda. Ia lalu memutuskan untuk bergabung dengan klub Ajax, meskipun ia harus meninggalkan semua yang dicintainya dan kenangan indahnya, demi menggapai impiannya menjadi pemain besar di masanya, walaupun harus melalui pengorbanan.

Epilog

“Selamat, Gi! Kamu bisa mewujudkan impian kamu” kata Aryo, sahabatnya, sambil menatap wajah Agi lekat-lekat. Ada seulas kenangan di sana.
“Terimakasih, Yo. Aku akan berangkat sekarang. Kamu harus berjanji untuk meraih juga impian kamu. Impian kita dulu” ujar Agi.
Agi dan Aryo larut dalam peluk dan tangis, sesaat sebelum pesawat yang ditumpangi Agi meninggalkan landasan di bandar udara Soekarno-Hatta.


Bekasi 2001
Edited by MS

2 comments:

Fathan´s said...

Nico nulis cerpen???
Si Ega, mas??
Ega yang dulu pernah gue kenal???

Anonymous said...

Iya ini beneran Nico yang nulis cerpen. Nico anak tambang ITB yang sempat sekelas dengan lo waktu di SMU 61 Jakarta tercinta.