Setiap detik adalah makna, setiap masa adalah rasa, sulit membayangkan bahwa manusia tidaklah istimewa, perjalanan kita, dalam arus debu aksara - Dimas Abdirama
Saturday, February 27, 2010
Gelora Dalam Sempit Membuat Harap
1. Gelora
Alhamdulillah, tidak ada kata yang pantas aku ucap selain alhamdulillah. Dua ujian terakhir dapat terlewati dengan baik, dan hari Jumat kemarin aku mendapat sebuah kejutan dari universitasku. Seumur-umur aku belum pernah membayangkan akan mendapatkan hal ini: sebuah beasiswa. Ya, aku mendapat beasiswa dari Kementrian Luar Negeri Jerman (Auswertiges Amt) lewat DAAD (Deutscher Akademischer Austauschdienst). Universitas memilih aku sebagai satu dari dua mahasiswa asing untuk menerima beasiswa ini karena dedikasinya memajukan hubungan pendidikan antara Jerman dan Luar Negeri serta memajukan kapasitas kemampuan mahasiswa asing melalui serangkaian pelayanan yang kami berikan. Aku pun diminta memberikan bukti bahwa selepas aku menerima beasiswa ini, ada perubahan positif yang signifikan terhadap kemajuan mahasiswa asing di kampusku.
Monday, February 15, 2010
Mengenal Sistem Imun Turunan
Kali ini saya akan memberikan kalian sedikit informasi tentang cara kerja sistem imunitas dalam tubuh kita.
Sistem imunitas dibagi dalam dua jenis, yaitu innate immunity dan adaptive immunity. Innate immunity adalah imunitas yang dapat langsung dijalankan di detik-detik pertama ketika tubuh kita terkena infeksi, biasanya dalam kurun waktu 0-4 jam saja. Sedangkan adaptive immunity berproses agak lama, karena melibatkan serangkaian proses yang rumit dalam tahap pengenalan dan penyembuhan infeksi.
Yang akan saya tulis kali ini adalah sistem imunitas dari innate immunity. Untuk mempermudah penjelasan akan saya mulai dari: ketika tubuh kita mengalami luka.
Wednesday, February 10, 2010
Tuesday, February 09, 2010
Anjangsana
Anjangsana
Oleh: Dimas Abdirama
[Geming]
Aku memang seorang muslimah, namun bukan itu baju yang ku kenakan. Sejak aku tinggal bersama kekasihku di kota mahaindah ini, aku telah membuka mata bahwa agama hanyalah sebuah alat pengotak-kotak, apapun bentuknya, bisa hati, bisa pemikiran, bisa pergaulan, bisa juga pertemanan. Jika saja Tuhan bisa membuka mata samudra yang luasnya membentang dari timur ke barat lalu dari utara ke selatan, mengapa tidak bisa kubuka lebar-lebar mataku? Matamu? Mata orang-orang itu?
Siapa yang sangka, seorang anak sampah yang dulu tidak punya nilai apa-apa kini bisa menjadi dosen kenamaan di École des hautes études en sciences sociales, Paris. Aku juga beranjak menjadi seorang aktivis dari sebuah organisasi besar La Femme yang kerap diundang mengisi berbagai talk show di layar kaca. Sebulan sekali tulisanku terbit dalam kolom budaya The New York Times mengulas masalah-masalah kemanusiaan di dunia.
Tak ada yang tak mengenalku, Neng Geulis, setidaknya di kota ini. Café et Boutique yang aku kembangkan sendiri di Rue de Berri telah berkembang mahsyur sebagai bagian dari pusat mode dan pusat pertukaran pemikiran. Harta dan nama yang aku dapatkan sampai saat ini bersumber atas pengorbanan, cinta dan perhatian dari kekasihku, paruh nafasku, bongkah rapuh tulangku, Constantin Metzner-Rodriguez.
Oleh: Dimas Abdirama
[Geming]
Aku memang seorang muslimah, namun bukan itu baju yang ku kenakan. Sejak aku tinggal bersama kekasihku di kota mahaindah ini, aku telah membuka mata bahwa agama hanyalah sebuah alat pengotak-kotak, apapun bentuknya, bisa hati, bisa pemikiran, bisa pergaulan, bisa juga pertemanan. Jika saja Tuhan bisa membuka mata samudra yang luasnya membentang dari timur ke barat lalu dari utara ke selatan, mengapa tidak bisa kubuka lebar-lebar mataku? Matamu? Mata orang-orang itu?
Siapa yang sangka, seorang anak sampah yang dulu tidak punya nilai apa-apa kini bisa menjadi dosen kenamaan di École des hautes études en sciences sociales, Paris. Aku juga beranjak menjadi seorang aktivis dari sebuah organisasi besar La Femme yang kerap diundang mengisi berbagai talk show di layar kaca. Sebulan sekali tulisanku terbit dalam kolom budaya The New York Times mengulas masalah-masalah kemanusiaan di dunia.
Tak ada yang tak mengenalku, Neng Geulis, setidaknya di kota ini. Café et Boutique yang aku kembangkan sendiri di Rue de Berri telah berkembang mahsyur sebagai bagian dari pusat mode dan pusat pertukaran pemikiran. Harta dan nama yang aku dapatkan sampai saat ini bersumber atas pengorbanan, cinta dan perhatian dari kekasihku, paruh nafasku, bongkah rapuh tulangku, Constantin Metzner-Rodriguez.
Subscribe to:
Posts (Atom)