Kategori: My Side
Hampir dua bulan tidak lagi mengisi blog ini, kali ini saya akan memulai lagi dengan sepenggal kejadian di hari ini.
Pagi ini matahari bersinar panas menyengat. Udara di luar mencapai 33 derajat. Namun ada satu yang saya sukai dari hari ini: mengingat bahwa hari ini adalah hari Jumat, di mana Wochenende akhirnya datang, dan dapat bertemu dengan orang-orang yang saya sayangi.
Hari Jumat, aktivitas rutin adalah kerja, shalat Jum'at, dan kuliah. Seperti biasa, semenjak diterima kerja di kampus, setiap Jumat pagi temanya adalah berlari-lari agar tidak telat kerja. Selesai mandi (yang seperti biasa memakan waktu selama 30 menit padahal sudah ekstra diletakan jam di kamar mandi agar tidak terlalu lama di dalam) langsung obrak-abrik lemari mencari pakaian. Akhirnya keputusan busana hari ini jatuh pada sebuah kemeja yang belum diseterika. Secepat kilat langsung siap-siap dan tergopoh-gopoh berlari dari rumah ke Leopoldplatz (stasiun kereta terdekat dari rumah). Karena belum sarapan, di Leopoldplatz saya beli roti Schoko-Croissant dulu. Di kereta jantung berdebar-debar, sebab kalau sampai telat satu menit, dapat dibayangkan bagaimana wajah SB dan SM - para bos saya. Sampai di Ernst-Reuter-Platz (stasiun kereta di kampus) saya berlari lagi sampai ke gedung HFT-FT dan tepat pukul sembilan teng alhamdulillah sudah masuk ruangan kerja.
Namun begitu terkejutnya saya ketika melihat meja saya ditempati seorang kollega.
Saya: "Ayse?!" (dengan agak terkejut)
Ayse: "Dimas?!" (nggak kalah terkejut)
Saya: "Hari ini tukeran sama Paule, ya?" tanyaku
Ayse: "Lho, bukannya hari ini aku gantiin kamu?"
Saya: "Masa sih?"
Ayse: "Kan kesepakatannya gitu"
Segera aku membuka plannerku, dan tertulis: "tanggal 8 Juni: tukeran sama Ayse". Oalah, tahu gitu nggak usah tergopoh-gopoh sampai penuh peluh. Akhirnya saya keluar ruangan dan bimbang, mau tetap di kampus atau pulang ke rumah. Setelah terjadi perseteruan hebat di dalam kepala akhirnya saya memutuskan untuk pulang ke rumah dengan asumsi akan dapat lebih banyak yang diselesaikan dibanding berdiam diri di ruang komputer kampus.
Kata bijak hari ini: Sebelum memulai hari, ada baiknya melihat kembali planner dan termin-termin di hari itu.
Masalah kedua yang saya hadapi sekarang-sekarang ini adalah masalah konsekuensi dan ketakutan. Jika saya menargetkan selesai Vordiplom di semester ini, maka 8 mata kuliah harus bisa saya selesaikan. Terdengar muluk memang, tapi machbar dengan konsekuensi: kerja keras mati-matian, dan mencari praktikum. Konsekuensi berikutnya adalah berhenti kerja di kampus, karena dari kerja di kampus saya hanya diberi jatah cuti 21 hari dimana tidak mencukupi untuk membuat praktikum di industri yang minimal memakan waktu dua bulan. Selain itu jika mau kerja keras mati-matian, kerja di kampusnya juga harus ditinggalkan karena pasti akan sangat mengganggu.
Kalau mau leha-leha sedikit sambil menikmati kerjaan yang ada, konsekuensinya adalah lebih lama satu semester di Grundstudium. Ini terdengar lebih nyaman, karena dengan tinggal lebih lama satu semester maka belajarnya bisa lebih optimal dan praktikumnya juga bisa terorganisir dengan baik, selain juga bisa agak lama bekerja di kampus. Semua butuh konsekuensi: Whatever you choose, consequency is a must -- kata-kata favoritnya seseorang.
La vie est belle. I wish, insya Allah. Bismillah, Allahuakbar!