Monday, January 29, 2007

Ketika Jalan Terhampar Kerikil

Kategori: Puisi

Seberkas pelangi jingga sore itu menghiasi ufuk-ufuk yang perlahan menggelap, serta alunan adzan berkumandang dan membahana masuk meresap syahdu ke dalam kalbu orang-orang yang mendengar.

Sore itu, adalah sore terakhir untuk menelan segala kepahitan, dan awal untuk kembali mendongakkan kepala serta menatap jauh ke depan. Seiring berjalan, seiring mereka paham mengapa Allah mempertemukan serta memisahkan mereka.

Manusia boleh berharap, manusia boleh berupaya, namun pucuk sebuah jawab tetap terletak pada Yang Mahatahu. Apakah mereka hendak menjadi bunga-bunga yang layu, tak bertenaga, lalu jatuh terinjak rusak menyatu dengan tanah?

Sampai kapan sebuah kekecewaan berhenti menggerogoti hati? Malah justru makin memperbayak butiran-butiran noktah hitam yang tak lain merupakan penyakit diri. Lihatlah sesuatu sewajarnya, lalu kembalikan kepada asal-muasal niat yang menjadi dasar.

Apapun bentuknya, perjalanan masih panjang, dan titian ini belum tentu akan terasa buahnya dalam satu langkah waktu, boleh jadi anak mereka, boleh jadi cucu mereka, atau bisa saja puluhan garis keturunan setelah mereka.

Hanya ada satu pilihan, bergerak atau tergantikan.
Dan jalan masih panjang. Setiap masa adalah babak, epidose, lembar, alunan cerita.
Berbanggalah, karena mereka telah diberikan kesempatan untuk mengecup sebuah masa.
Mengecup dan merasakan, sebuah masa.

Wedding-Mitte, Januar 07

1 comment:

catatan pianissimo said...

Subhanallah.. Sangat bermanfaat,kak Dimas. Terima kasih yah :-)