Kategori: Artikel
Dapat dilihat di website FORKOM
Kalau boleh milih, kamu pengen ber-Ramadhan di Jerman atau di Indo?
Ya di Indo, laaah!
Lho, kok?
Iya! Puasa di Indo kan enak abiz. Coba deh bayangin, mau bangun sahur, ada yang bangunin. Mau makan sahur, ada yang masakin. Mau shalat lima waktu berjamaah di masjid, tinggal nyebrang jalanan depan rumah. Mau denger ceramah Ramadhan dari ustadz-ustadz kondang, tinggal nyalain televisi or radio. Pas waktunya berbuka, mamah-ku pasti sudah buat kolak pisang terenak sedunia. Kurang apa coba?
***
Eit, tunggu dulu. Emang sih bagi kita anak-anak perantauan, pasti rindu banget pengen ber-Ramadhan di Indonesia. Tapi, berada di negeri orang di saat bulan suci Ramadhan juga nggak kalah seru, kok! Alhamdulillah, tahun ini saya diberi kesempatan berpuasa di Jakarta dan di Berlin, jadi bisa sedikit-sedikit mengamati suasana Ramadhan di dua tempat yang beda banget itu, lho. Nah, mau tahu kan bagaimana hasil pengamatan saya? Yukkk...
Eh, sebelumnya, sudah pada tahu kan seperti apa kota Berlin itu? Sudah dong pastinya. Hauptstadt gitu, lho. Kata orang, belum lengkap ke Jerman kalau belum mengunjungi kota Berlin. Selain sebagai kota metropolis, Berlin juga sebagai kota sejarah. Contohnya, tembok Berlin yang kondang seantero dunia. Belum lagi Gedächtniskirche, Siegesäule, Checkpoint Charlie, Brandenburger Tor, Friedrichstraße, dan segudang tempat-tempat lainnya. Nah, yang paling spesial dari Berlin adalah komunitas antarbangsa yang sangat beragam alias multikulti, termasuk komunitas Islam di dalamnya. So, jangan heran kalau melihat banyak banget wanita berjilbab memenuhi pelosok-pelosok kota ini. Walau kebanyakan kaum imigran, tapi umat Muslim memiliki jumlah yang sangat signifikan di Berlin. Asli, banyak banget! Ada beberapa masjid yang berdiri di kota ini, bahkan di kampus disediakan juga ruangan musholla. Jadi kita nggak perlu takut dengan yang namanya diskriminasi antarumat beragama. Walau kadang-kadang diskriminasi itu ada, tapi di situlah kita ditantang untuk menunjukkan wajah muslim yang sebenarnya, yang tetap santun dan sabar, tanpa harus membiarkan harga diri kita terinjak-injak. Ya nggak?
Bagaimana dengan komunitas muslim Indonesia di Berlin? Ada banget dong! Denger-denger nih, jumlah orang Indonesia yang berada di Berlin mencapai lebih dari dua ribu orang. Wow, banyak juga yah? Nah, Berlin juga punya sebuah masjid Indonesia yang bernama masjid Al-Falah. Dari masjid Al-Falah terbentuklah kelompok-kelompok pengajian kota untuk komunitas muslim Indonesia di Berlin ini. Masjid yang sudah berdiri dari dua puluh tahun yang lalu itu tidak terlalu besar. Makanya kalau bulan Ramadhan tiba, jamaah masjidnya membludak dan sering berdesak-desakan karena kapasitasnya yang sudah overload. Oleh sebab itu, kami harus segera pindah dan mencari tempat baru yang lebih besar dan nyaman, agar ibadah kita juga ikutan nyaman.
Walaupun sedang dalam proses perpindahan, bukan berarti kegiatan komunitas muslim Indonesia di Berlin berhenti lho, apalagi di bulan Ramadhan seperti saat ini. Pengajian kota Berlin terkenal sebagai pengajian yang... ehm... seru, rame, kompak, dan kocak. Nggak percaya? Coba deh datang kalau Forkom sedang ngadain acara Prima, mukhoyyam, SII dan lainnya. Tim yang suka heboh sendiri biasanya tim dari Berlin. Hehehe... Alhamdulillah setiap tahun pengajian kota Berlin selalu mendatangkan seorang ustadz dari Indonesia. Begitu juga untuk tahun ini yang bekerjasama dengan Forkom. Jadwal sang ustadz biasanya padat banget, karena harus ngisi di sana-sini. Maklum, Berlin punya banyak bentuk pengajian, dari yang buat babeh-babeh, nyak-nyak, mpok-mpok, sampai abang-abang. Kalau buat bocah-bocah ada, nggak? Ada juga, dong. Al-Falah juga punya TPA alias Taman Pendidikan Al-Qur’an yang khusus untuk adik-adik. Nggak tanggung-tanggung, tahun ini Al-Falah membuat program Pesantren Kilat untuk anak-anak dan remaja. Insya Allah di dalamnya akan diisi dengan pemainan-permainan islami, teater, dan nggak lupa penanaman akhlak serta berlajar membaca Al-Qur’an.
KBRI Berlin juga nggak kalah menyemarakkan Ramadhan. Shalat tarawih digelar setiap hari di KBRI, selain itu seminggu sekali diadakan buka puasa bersama di sana. Oh ya, ngomong-ngomong soal buka puasa, kita juga bisa ikutan buka puasa di masjid-masjid di kota ini, baik itu masjid Turki, Palestina, ataupun Pakistan, akan dengan senang hati menyambut kita untuk ikutan buka puasa bareng dengan mereka. Dan porsi makanannya itu lho, jumbo! Asal jangan cuma buka puasanya aja yah, shalatnya juga harus ikut dong. Seru juga bisa bersilaturahmi dengan saudara-saudara kita dari belahan bumi yang lain. Subhanallah.
Nah, sekarang bagaimana dengan Jakarta? Dibandingkan Berlin, suasana di Jakarta tuh lebih puasa banget. Secara, gitu lho, di Jakarta kan mayoritas muslim, sehingga hampir semuanya berpuasa. Stasiun televisi juga berlomba-lomba menayangkan program-program yang islami. Pemandangan di jalanan pun juga jadi lebih islami. Waktu kuliah, sekolah, dan jam kantor dipercepat, agar masyarakat bisa berbuka puasa dengan sanak-saudaranya di rumah. Kalau di Berlin boro-boro dipercepat, malah kadang-kadang kita harus berbuka di tengah-tengah Vorlesung atau di dalam U-Bahn.
Kalau di Jakarta kita bisa ngumpul-ngumpul dengan teman-teman untuk ngabuburit sambil jalan-jalan, di Berlin kesempatan seperti itu sangat kecil. Lagian, dua ribu enam gini masih ada ya ‚ngabuburit’ sambil jalan-jalan? Sudah nggak musim dong. Kan lebih enak kumpul bareng dengan teman-teman menunggu waktu berbuka sambil tilawah bersama, terus sesudahnya bertarawih bersama. Ya, kan?
Yang paling berasa banget mungkin ketika Idul Fitri. Di saat itu wajar banget lah kalau kita merindukan berada di tengah-tengah papah-mamah-kakak-adik tersayang. Walau begitu, semua bisa diobati karena di Berlin kita juga punya saudara-saudara! Malah status sebagai perantau di negeri orang justru membuat ukhuwah kita benar-benar terasa menjadi erat. Sesudah shalat Ied di KBRI biasanya kita bersalam-salaman dengan suasana penuh haru. Masih berasa suasana khidmat Idul Fitrinya, walaupun kita harus bolos kuliah di hari itu dan melanjutkan aktivitas kita kemudian.
Yang jelas, puasa di Berlin atau di Jakarta masing-masing ada plus dan minusnya, tapi jangan dijadikan sebagai penghambat ibadah kita di bulan Ramadhan ini. Puasa itu untuk Allah dan Allah-lah yang mengaturnya. Di Berlin kita bisa merasakan suasana lain dari ber-Ramadhan dan ber-Ukhuwah. Jadi, ayo kita bergembira menyambut datangnya Ramadhan. Sesuai janji Allah, barang siapa yang bergembira menyambut datangnya Ramadhan, maka diharamkan tubuhnya dari jilatan api neraka. Subhanallah...