Kategori: My Side
Alhamdulillah, alhamdulillah, alhamdulillah. Yaa Allah, yaa Rahmaan, yaa Rahiim.
Cerita ini dimulai dari satu semester yang lalu. Saya mengalami beberapa musibah dengan gagalnya saya di beberapa ujian. Saya menata hati, menata rencana, menata pola belajar. Seiring berjalannya waktu, saya terbuai dengan beberapa kesibukan yang datang silih berganti. Sedari dulu saya tidak suka menyalahkan kesibukan dengan prestasi kuliah, karena nyatanya banyak orang yang sibuk, tapi mereka tetap bisa sukses di kampus, padahal kita sama-sama mempunyai 24 jam satu hari satu malam. Saya berpikir, ini kesalahan klasik, kesalahan saya mengatur waktu dan membuat skala prioritas.
Awal tahun ini, saya sempat jatuh menerima keadaan bahwa saya harus mengikuti dua buah ujian penentuan. Ya, penentuan eksistensi saya di Jerman ini, karena jika saya gagal lagi, maka saya harus merubah total rencana hidup saya ke depan: saya harus angkat kaki dari negeri yang indah ini. Sejak itu, saya berazzam, bahwa keberhasilan adalah sebuah resultan dari usaha yang sungguh-sungguh sampai batas klimaks, dan doa serta kedekatan dengan Allah yang tak boleh terhalangi dengan kelalaian dan kemaksiatan. Mulailah pola hidup saya yang baru, pola hidup mahasiswa yang haus akan ilmu, yang sadar bahwa kesuksesan bukanlah berbentuk hadiah yang jatuh dari langit.
Tak terasa sudah lebih dari 7 bulan saya banyak menghabiskan hari-hari di Bibliothek, perpustakaan kampus, yang berjarak 20 menit menggunakan kereta bawah tanah dari rumah saya. Dari pagi sampai malam. Hanya karena kegiatan mendesak, kegiatan terjadual, atau karena bekerja di kantor, saya tidak mengunjungi Bibliothek. Di sana, saya banyak ditemani sahabat saya, Dick Maryopi, yang juga sedang sama-sama berjuang, berjihad mencari ilmu di negara ini. Baca, baca, dan baca. Mengambil ilmu di fasilitas yang sudah sangat lengkap di sini.
Ujian pertama saya di bulan April, alhamdulillah lulus. Tiap hari saya ditemani dengan setumpuk kertas-kertas tebal bahan ujian. Waktu itu Allah memberi saya jalan, ada beberapa pertanyaan ujian yang tidak bisa saya jawab, sehingga saya harus mencari orang yang kompeten untuk mengajari saya. Di siang itu, selepas keluar kantor dan menuju Bibliothek, saya bertemu dengan asisten profesor mata kuliah ujian yang akan saya ikuti. Saya dekati dia, saya tanya, apakah saya boleh bertanya-tanya privat dengan dia. Alhamdulillah, ia membolehkan saya berkunjung ke tempat kerjanya dan dengan sabar dia mengajari saya. Terima kasih untuk Jane Müller!
Ujian kedua saya cukup dahsyat. Lebih dari tiga bulan saya yang saya persiapkan, karena ujian ini termasuk salah satu dari dua penentu langkah hidup saya. Saya datangi lagi kuliahnya, saya kumpulkan beberapa tambahan informasi, saya persiapkan sematang mungkin. Mata kuliah ini, yang dulu merupakan momok untuk saya, ternyata sekarang menjadi mata kuliah yang paling saya suka, dan bahkan saya berencana memperdalam ilmu ini di kemudian hari. Ditemani dengan William Tanggara saya terperangah dengan Kemahabesaran Allah dengan begitu kompleksnya alam ini untuk ditelaah. Alhamdulillah, di ujian yang menentukan ini saya berhasil lulus dengan nilai yang baik.
Tak lama setelah ujian tersebut, saya mengejar lagi satu mata kuliah, Physikalisch-Chemische Messmethoden yang juga cukup berat. Dengan persiapan yang cukup, saya beranikan untuk mengambil ujian ini walaupun tidak saya ikuti kuliahnya. Dan pertolongan Allah lagi-lagi sangat dekat, karena Dia ada di dekatmu, malah lebih dekat dari urat nadi lehermu sendiri: saya menutup kuliah ini dengan sangat memuaskan.
Terakhir hari ini. Ujian yang menentukan saya bisa melanjutkan beramal di Jerman ini atau justru harus mencari tempat lain. Saya stress, benar-benar stress. Saya sudah belajar, membaca buku yang tebalnya 10 cm beratus-ratus halaman, namun saya masih terus merasa belum cukup. Saya berdoa, memohon kemudahan dari Allah. Pelajaran ini memang sangat sulit. Dua hari terakhir, saya mengisolasi diri untuk persiapan ujian. Hati saya gundah, seperti tertekan beban besar. Kepala saya berat, mata saya perih, jantung berdegup tak terkendali. Saya menelepon Ibu saya, memohon doa restu sambil menyampaikan kesesakan perasaan saya kala itu. Ibu menyabarkan saya dan saya yakin, beliau mendoakan saya dari pagi hingga malam.
Hingga hari H tiba, saya paksakan untuk menghadapi apapun yang terjadi. Saya hanya ingin selesai dari perasaan ini. Di kampus, saya mengulang lagi pelajaran sebelum saya mengikuti ujian. Bahkan, di dua jam terakhir, saya masih berusaha memahami salah satu materi yang akan diujikan. Saya harus berusaha semaksimal mungkin, sampai titik klimaks, sampai saya tidak bisa lagi berusaha. Saya sudah berdoa dan yakin bahwa Allah akan mengabulkan doa saya. Akhirnya saya pasrah, saya serahkan semuanya, biar Allah yang menilai, karena segala rahasia hanya milik Allah.
Ujian, sang profesor mengajukan pertanyaan lisan, mengajak saya berdiskusi. Alhamdulillah, hati saya tenang, lidah saya lancar menjawab pertanyaan-pertanyaan beliau. Profesor itu tersenyum, terlihat senang. Hati saya lega, dan alhamdulillah, saya mendapatkan nilai yang jauh tidak saya bayangkan sebelumya. Target saya hanya lulus, dan melanjutkan hidup mengemban amanah orang tua dan ummat di negara Jerman.
Saya menutup semester ini dengan cuti kerja dua minggu, dan niat untuk memaksimalkan 10 hari terakhir Ramadhan. Dan, hati saya pun berbisik, Dimas, Allah sayang sama kamu...
Terima kasih yaa Allah,
Mama, Papa, dan semua pendoa.
7 comments:
Tetap semangat yah mas Dimas
hoho
Terima kasih Mbak Nur..
assalamualaikum..
kak dimas, perkenalkan saya irika..
afwan sebelumnya..saya disini bkn mau ngasih comment tapi mau nanya..
soalnya saya nggak tau alamat email kak Dimas apa..
pas saya baca posting kakak ttg studienkoleg thn 2005, saya ngerasa ketemu org yg tepat sebagai sumber jwban keingintahuan saya ttg studi di Jerman..
mw nanya,kalau nyari beasiswa S2 Jerman dimana ya? mungkin kakak tau..
rencananya selesai S1 ini saya mau meneruskan disana, bisa tidak contact saya lewat email irikadevi@yahoo.co.id
Heum..ha' *diriku Lg menghela nafas ni.
thanks Mushab syuhada, ceritanya nyentuh banget, rasanya kyk ketampar!! lg ngerasain hal yang sama,bikin gundah gulana saat MK inti ga lulus, ngerasa ALLAH ga mau bantuin saya.tapi mushab uda nyadari saya kalu ALLAH SWT pasti sayang tiap hambanya...
-Sejak itu, saya berazzam, bahwa keberhasilan adalah sebuah resultan dari usaha yang sungguh-sungguh sampai batas klimaks, dan doa serta kedekatan dengan Allah yang tak boleh terhalangi dengan kelalaian dan kemaksiatan.menata hati, menata rencana, menata pola belajar- Mau tak copypaste diotak!
mira, ALLAH sayang kamu juga...
anywy...da lama bgt ga berkunjung keblog ini.
ich dachte wir haben das schlimmste hinter uns oda.
kata orang habis puncaknya lewat tinggal jalan turunnya. asal gak gelinding aja ke bawah.
ich hab auch noch nie über unsere erfolgt kommentiert. Glückwünsch, entlastung, freude usw. Vielleicht hatten wir andere last, aber gemeinsame ziel und alles ist durch nur noch kein ende.
auch vielleicht müssen wir das vordiplom feiern. kapan kelar mas, kalau udah dapet mungkin bisa dilibanonkan, dikanunkan, diris-akan atau yang lain
William, danke dir telah menemani gue melewati babak menyeramkan dalam Studium ini. But it's still not over, wir müssen uns noch kämpfen. Aber zumindest kann diese Erfahrung uns doch beschleunigen, damit wir das Feier in Kanun-Libanon-RisA-Ishin schnell verwirklichen, oder??
Overall, Biochemie ist total total wichtig für mein Hauptstudium. Hätte ich die mündliche nicht machen müssen, könnte ich vielleicht jetzt nicht so mit hineingehen. Ada untungnya juga kok bermündlich, pemahaman gue makin bertambah..
Moga-moga kita nggak ketemu lagi di mündlich ya wil, cukup sekali saja :-)
Baca buku yang tebalnya 10 cm ? Wah...perlu ketabahan untuk menghabiskan buku science setebal itu.. :D
Ketika kita yakin Allah SWT menolong kita..insyaallah segalany akan menjadi lebih baik
Post a Comment