Monday, January 29, 2007

Ketika Jalan Terhampar Kerikil

Kategori: Puisi

Seberkas pelangi jingga sore itu menghiasi ufuk-ufuk yang perlahan menggelap, serta alunan adzan berkumandang dan membahana masuk meresap syahdu ke dalam kalbu orang-orang yang mendengar.

Sore itu, adalah sore terakhir untuk menelan segala kepahitan, dan awal untuk kembali mendongakkan kepala serta menatap jauh ke depan. Seiring berjalan, seiring mereka paham mengapa Allah mempertemukan serta memisahkan mereka.

Manusia boleh berharap, manusia boleh berupaya, namun pucuk sebuah jawab tetap terletak pada Yang Mahatahu. Apakah mereka hendak menjadi bunga-bunga yang layu, tak bertenaga, lalu jatuh terinjak rusak menyatu dengan tanah?

Sampai kapan sebuah kekecewaan berhenti menggerogoti hati? Malah justru makin memperbayak butiran-butiran noktah hitam yang tak lain merupakan penyakit diri. Lihatlah sesuatu sewajarnya, lalu kembalikan kepada asal-muasal niat yang menjadi dasar.

Apapun bentuknya, perjalanan masih panjang, dan titian ini belum tentu akan terasa buahnya dalam satu langkah waktu, boleh jadi anak mereka, boleh jadi cucu mereka, atau bisa saja puluhan garis keturunan setelah mereka.

Hanya ada satu pilihan, bergerak atau tergantikan.
Dan jalan masih panjang. Setiap masa adalah babak, epidose, lembar, alunan cerita.
Berbanggalah, karena mereka telah diberikan kesempatan untuk mengecup sebuah masa.
Mengecup dan merasakan, sebuah masa.

Wedding-Mitte, Januar 07

Wednesday, January 24, 2007

Pencari Cinta

Kategori: Artikel

Pernahkah kalian berada pada sebuah keadaan yang sempit, di mana kita dituntut bergerak namun kita tidak bisa bergerak sama sekali. Keadaan itu mingkin bisa disebut sebagai sebuah „keterbatasan“. Manusia memang diciptakan dengan segala keterbatasannya, karena manusia pada dasarnya bersifat dhoif atau lemah.

Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah. (QS. An-Nisaa’: 28)

Saya pernah mengalami sebuah keadaan yang sangat sulit, di mana saat itu saya sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Lalu terlintas di kepala saya sebuah potongan ayat dari Al-Qur’an yang berbunyi,

... ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat (QS: Al-Baqarah: 214)

Dan setelahnya, subhanallah, Mahasuci Allah, dalam detik itu juga pertolongan itu datang dan segala kesusahan hilang seketika.

Sangat lemahnya kita, mungkin sudah cukup menggambarkan bagaimana posisi diri ini di hadapan Allah SWT. Maka sebuah ketergantungan kepada-Nya sudah selayaknya muncul dari setiap insan. Allah sama sekali tidak membutuhkan kita, tapi kita lah yang jelas-jelas membutuhkan Allah.

Jika kita lihat seorang pecinta, dia bisa memberikan apa saja kepada orang yang dicinta. Begitu juga rasa cinta kita kepada Allah sebagai bentuk penghambaan yang hakiki dari seorang makhluk kepada sang Khalik. Cinta sejati adalah cinta kepada Allah, yang darinya akan timbul rasa cinta-cinta yang lain.

Tentu kita akan berusaha sekeras-kerasnya untuk mendapatkan cinta Allah. Karena jika Allah sudah mencintai kita, maka niscaya Allah akan selalu berada bersama kita. Allah akan menjaga seluruh panca indera kita. Allah akan senantiasa membantu kita. Allah akan selalu memilihkan apa-apa yang terbaik untuk kita.

Maka menjadi seorang muslim sepatutnya adalah menjadi seorang yang tidak pernah gentar dalam berjalan menghadapi hidupnya. Diri ini sebagai makhluk yang lemah, hanya bisa berbuat sebaik-baiknya dalam kerangka keterbatasan yang kita miliki. Hanya Dia-lah yang Maha atas segala sesuatu. Maka, bagaimanapun keadaan kita, berusahalah selalu untuk tidak pernah sedikitpun melupakan-Nya, berusaha untuk selalu berada di dekat-Nya, dan berusaha untuk selalu mendapat cintaNya.

Saturday, January 13, 2007

Pamungkasmu, dan Aku

Kategori: Puisi

Datang sudah senja haru
Pada setahun kita bertemu
Dan jika ikhlas mendasari dakwahmu
Egal apapun itu
Aku hanya ingin menjadi sebutir debu
Dalam bangunan Islam yang megah satu

Berlin 2007
For Someone